"Buat apa kita sekolah,buat apa kita sering baca buku, buat apa kita ikuti diskusi-diskusi, kalo masih banyak orang yang kelaparan." -Soe Hok Gie-
Memang benar, tujuan kita sekolah apakah hanya untuk kesejahteraan
kita sendiri? Kalo memang seperti itu tujuan kita sekolah, sepertinya kita
hapus saja sistem wajib belajar sembilan tahun. Banyak orang-orang miskin
diluar sana yang masih sulit mengenyam dunia pendidikan. Di sebuah daerah kaya
yang terisolir seperti kalimantan dan papua, sekolah adalah sesuatu yang mahal.
Sistem wajib belajar sembilan tahun sepertinya hanya untuk menutupi kebobrokan
pemerintah dalam bidang pendidikan. Pemerintah sepertinya ingin terlihat
sebagai Ganesha dalam dunia pendidikan. Namun sistem wajib belajar tersebut
malah semakin mencekik kesempatan kerja di indonesia. Perusahan-perusahaan
besar kebanyakan hanya mencari lulusan sarjana, atau SMA sedrajat. Dan semua
itu karna adanya sistem wajib belajar sembilan tahun.
Manusia-manusia yang tidak menuntaskan sistem tersebut dianggap sebagai Manusia
Batu. Dan seorang manusia batu tidak pantas mendapat pekerjaan di jaman Baru
ini. Sekarang coba kita lihat kebelakang, pemerintah memberikan sistem wajib
belajar sembilan tahun tetapi namun sampai sekarang belum ada resolusi yang
tepat untuk mengentas manusia-manusia batu menjadi manusia baru yang maju.
Pemerintah memberikan program B.O.S. untuk meringankan biaya pendidikan, namun
sekali lagi naluri hewani mereka membuat pendidikan murah harus ditempuh dengan
birokrasi yang bertele-tele. Mereka harus menyerahkan kk miskin kepada sekolah.
Pihak sekolah seolah ingin memasang tanda di jidat mereka, bahwa mereka tidak
memiliki kekuatan. Dan kk miskin tersebut harus didapat dengan proses yang
lebih bertele-tele. Para birokrat itu seperti anjing buatku. Mengais tulang di
sampah yang terbuang. Mereka sepertinya haus akan rupiah. Menodongkan pena demi
rupiah. Mereka minta rupiah dari para buruh bangunan, buruh pabrik, tukang
becak, dan petani. Hanya sebuah tanda tangan yang seharusnya gratis. Para
birokrat itu lebih nista dari para pengemis di persimpangan jalan.
Sekarang, banyak dari mereka,kalangan berpendidikan malah memperkuat sistem
birokrasi tersebut. Mereka mebuat bermacam-macam dalil. Menentukan hukum dan
peraturan baru. Mereka yang seharusnya memiliki kekuatan untuk membentuk
pemerintahan yang lebih baik malah menjadi budak para penguasa. Mereka
membentuk sebuah birokrasi yang kuat. Yang membuat saudara kita di papua dan di
kalimantyan sana harus berhadapan dengan kekuatan intelektual yang tidak
imbang. Memang ada kalangan intelektual yang anti birokrasi pemerintah. Tapi
kebanyakan dari mereka lebih memilih bungkam.
Banyak manusia biasa seperti saya yang ingin keluar mencakar langit kekuasaan.
Namun tidak memiliki kekuatan. Hanya bisa menulis dan belum mampu (atau
belum mau?) membentuk kekuatan untuk turun kejalan. Dan mereka yang sudah
berani turun kejalanpun tidak pernah didengarkan oleh dewan perwakilan rakyat
yang terhormat. Mereka lebih meributkan seperti apa gedung baru DPR nantinya,
apakah harus mewah atau biasa saja. Oke, sekarang pembuatan gedung itu ditunda.
Tapi penundaan itu tidak digunakan untuk membangun sekolah-sekolah yang sudah
lapuk dimakan rayap.
Biaya sekolah memang gratis. Tapi kita perlu biaya untuk membangun
infrastruktur sekolah. Seperti itulah jawaban pihak sekolah ketika ada orang
yang bertanya tentang buat apa biaya spp itu? sebenarnya program sekolah
gratis itu memang ada. Tapi pemerintah belum secara total menanganinya. Banyak
anak-anak jalanan yang sudah menamatkan sekolah gratis, namun apakah ada
perushaan yang mau menerima tamatan sekolah gratis? Saya guru smp, saya suka
panggil dia si komo. Si komo pernah bilang kalau sekolah itu tidak pernah
ada yang gratis sama sekali . kita masih perlu biaya untuk membangun
laboraturium,agar infrastrukturnya lebih maju.dan sekolah kita bisa meraih
predikat RSBI. Nah gila kan? Sekarang sekolah dipadang oleh kaum yang
berduit sebagai ladang bisnis yang mutakhir. para pejabat di sekolah malah
sibuk dengan menaikan predikat sekolahnya masing-masing. Tentu saja alasanya
adalah untuk menaikan biaya sekolah itu. kalau sekolah RSBI menuntut kita
membayar spp mahal itu akan dianggap wajar,karna sudah dianggap internasional.
Sebenarnya masalah pembayaran spp disekolah biasanya dirapatkan oleh komite
sekolah. Nah sayangnya,di SMP-ku dulu, yang namanya komite sekolah tidak
diambil dari semua orang tua siswa. Mereka adalah orang yang dianggap komite
adalah yang bergelar doktor, mereka yang berkantong tebal, dan mereka yang
memiliki titel pendidikan lumayan. Nah dari golongan menengah kebawah tidak
pernah dirangkul untuk merapatkan masalah internal sekolah. Jadi semua
keputusan seolah sudah tepat jika komite sekolah yang memutuskan. Mereka yang
memiliki kk miskin tidak tau menahu tentang kebijakan sekolah. Nah kalau begini
kita bisa tahu kenapa indonesia selalu diatur oleh orang orang kalangan menegah
keatas. Karena, dari awal sekolah saja sudah di batasi, bahwa yang bisa memberi
peraturan adalah mereka yang memiliki kekuatan. Dan mereka yang dianggap tidak
memiliki kekuatan hanya diharuskan mengangguk saja.
Sebagai generasi muda kita selalu dikatakan penerus generasi, penerus bangsa.
lhah, kita kan tahu bahwa generasi sebelum kita itu sudah bobrok. Apakah
kebobrokan itu harus kita teruskan. Apakah itu semacam dosa waris untuk kaum
pemuda? Kita selalu mengikuti arus. Jika generasi kita sebelumnya hanya bisa
diam maka pada generasi kita kali ini harus benar benar berjalan melawan arus
bersama-sama. Membentuk sebuah kekuatan yang terpadu dan berkekuatan. Sekarang
ini kita terlalu dimakan oleh berita di televisi. Sehingga persatuan para
pemuda seperti dipangkas habis. Pemuda dari daerah A berorasi untuk
melengserkan presiden. Dari kota B berorasi tentang kontroversi fatwa haram
membeli bahan bakar bersubsidi. Dari kota C teriak-teriak tentang korupsi di
sebuah partai. Jalan mereka benar benar seperti diatur oleh sesorang. Seseorang
yang menginginkan kita mengangkat sebuah kasus baru, untuk melupakan kasus
lama. Mempermasalahkan rumput-rumput yang gersang dan melupakan pohon dari
masalah-masalah itu, pohon yang sudah mencakar langit kemanusiaan. seharusnya
kita gabungkan semua pemuda dari berbagai daerah, kita diskusikan darimana
sebenarnya masalah itu berasal. Dan kita hancurkan akar masalah itu, bersama.
Kita memerlukan kekuatan yang besar. Kekuatan yang kuat tanpa
kekerasan-kekerasan konyol.
Saya ga tau seperti apa dunia pemerintahan dan pendidikan kita berapa tahun
kemudian. Seperti sebuah mimpi buruk yang berulang dan terus terjadi. Kita
harus bangun dari mimpi yang memuakan ini. Kita harus bisa. Saya percaya bahwa
kita belajar, kita membaca buku, kita berdikusi bersama tidak akan sia-sia jika
kita benar benar memiliki tujuan yang sama dan jelas. Berbagai kekuatan
dijadikan satu. Untuk melawan sebuah masalah yang besar. Kita satukan semua
pemikiran yang kita punya. Sehingga pendidikan yang kita dapat dengan susah
payah selam ini bisa berguna untuk bangsa indonesia.
Sekarang banyak dari manusia-manusia muda di negara kita ini sibuk dengan
hidupnya sendiri. Memperlentekan dirinya sendiri untuk gengsi. Sekolah
dianggap sebagai jembatan untuk memperkaya diri. Sekolah dianggap alat yang
tepat untuk menjadi pemuas hasrat akan dunia yang tak ada habisnya. Mereka
seperti mengejar bayangan. Ga pernah selesai, dan ga ada gunanya.
Kita memperlukan seorang yang benar-benar berani. Berani untuk mengajak kita
turun kejalan. Berani menyatukan semua masalah. Berani melawan. Dan yang paling
penting, berani melawan godaan dunia demi kepentingan semua bangsa.