Kamis, 30 Mei 2013

Curhat tentang Sekolah


"Buat apa kita sekolah,buat apa kita sering baca buku, buat apa kita ikuti diskusi-diskusi, kalo masih banyak orang yang kelaparan." -Soe Hok Gie-

            Memang benar, tujuan kita sekolah apakah hanya untuk kesejahteraan kita sendiri? Kalo memang seperti itu tujuan kita sekolah, sepertinya kita hapus saja sistem wajib belajar sembilan tahun. Banyak orang-orang miskin diluar sana yang masih sulit mengenyam dunia pendidikan. Di sebuah daerah kaya yang terisolir seperti kalimantan dan papua, sekolah adalah sesuatu yang mahal. Sistem wajib belajar sembilan tahun sepertinya hanya untuk menutupi kebobrokan pemerintah dalam bidang pendidikan. Pemerintah sepertinya ingin terlihat sebagai Ganesha dalam dunia pendidikan. Namun sistem wajib belajar tersebut malah semakin mencekik kesempatan kerja di indonesia. Perusahan-perusahaan besar kebanyakan hanya mencari lulusan sarjana, atau SMA sedrajat. Dan semua itu karna adanya sistem wajib belajar sembilan tahun.


                Manusia-manusia yang tidak menuntaskan sistem tersebut dianggap sebagai Manusia Batu. Dan seorang manusia batu tidak pantas mendapat pekerjaan di jaman Baru ini. Sekarang coba kita lihat kebelakang, pemerintah memberikan sistem wajib belajar sembilan tahun tetapi namun sampai sekarang belum ada resolusi yang tepat untuk mengentas manusia-manusia batu menjadi manusia baru yang maju. Pemerintah memberikan program B.O.S. untuk meringankan biaya pendidikan, namun sekali lagi naluri hewani mereka membuat pendidikan murah harus ditempuh dengan birokrasi yang bertele-tele. Mereka harus menyerahkan kk miskin kepada sekolah. Pihak sekolah seolah ingin memasang tanda di jidat mereka, bahwa mereka tidak memiliki kekuatan. Dan kk miskin tersebut harus didapat dengan proses yang lebih bertele-tele. Para birokrat itu seperti anjing buatku. Mengais tulang di sampah yang terbuang. Mereka sepertinya haus akan rupiah. Menodongkan pena demi rupiah. Mereka minta rupiah dari para buruh bangunan, buruh pabrik, tukang becak, dan petani. Hanya sebuah tanda tangan yang seharusnya gratis. Para birokrat itu lebih nista dari para pengemis di persimpangan jalan.


                Sekarang, banyak dari mereka,kalangan berpendidikan malah memperkuat sistem birokrasi tersebut. Mereka mebuat bermacam-macam dalil. Menentukan hukum dan peraturan baru. Mereka yang seharusnya memiliki kekuatan untuk membentuk pemerintahan yang lebih baik malah menjadi budak para penguasa. Mereka membentuk sebuah birokrasi yang kuat. Yang membuat saudara kita di papua dan di kalimantyan sana harus berhadapan dengan kekuatan intelektual yang tidak imbang. Memang ada kalangan intelektual yang anti birokrasi pemerintah. Tapi kebanyakan dari mereka lebih memilih bungkam. 


                Banyak manusia biasa seperti saya yang ingin keluar mencakar langit kekuasaan. Namun tidak memiliki kekuatan. Hanya bisa menulis dan belum mampu (atau belum mau?) membentuk kekuatan untuk turun kejalan. Dan mereka yang sudah berani turun kejalanpun tidak pernah didengarkan oleh dewan perwakilan rakyat yang terhormat. Mereka lebih meributkan seperti apa gedung baru DPR nantinya, apakah harus mewah atau biasa saja. Oke, sekarang pembuatan gedung itu ditunda. Tapi penundaan itu tidak digunakan untuk membangun sekolah-sekolah yang sudah lapuk dimakan rayap.


                Biaya sekolah memang gratis. Tapi kita perlu biaya untuk membangun infrastruktur sekolah. Seperti itulah jawaban pihak sekolah ketika ada orang yang bertanya tentang buat apa biaya spp itu? sebenarnya program sekolah gratis itu memang ada. Tapi pemerintah belum secara total menanganinya. Banyak anak-anak jalanan yang sudah menamatkan sekolah gratis, namun apakah ada perushaan yang mau menerima tamatan sekolah gratis? Saya guru smp, saya suka panggil dia si komo. Si komo pernah bilang kalau sekolah itu tidak pernah ada yang gratis sama sekali . kita masih perlu biaya untuk membangun laboraturium,agar infrastrukturnya lebih maju.dan sekolah kita bisa meraih predikat RSBI. Nah gila kan? Sekarang sekolah dipadang oleh kaum yang berduit sebagai ladang bisnis yang mutakhir. para pejabat di sekolah malah sibuk dengan menaikan predikat sekolahnya masing-masing. Tentu saja alasanya adalah untuk menaikan biaya sekolah itu. kalau sekolah RSBI menuntut kita membayar spp mahal itu akan dianggap wajar,karna sudah dianggap  internasional.


                Sebenarnya masalah pembayaran spp disekolah biasanya dirapatkan oleh komite sekolah. Nah sayangnya,di SMP-ku dulu, yang namanya komite sekolah tidak diambil dari semua orang tua siswa. Mereka adalah orang yang dianggap komite adalah yang bergelar doktor, mereka yang berkantong tebal, dan mereka yang memiliki titel pendidikan lumayan. Nah dari golongan menengah kebawah tidak pernah dirangkul untuk merapatkan masalah internal sekolah. Jadi semua keputusan seolah sudah tepat jika komite sekolah yang memutuskan. Mereka yang memiliki kk miskin tidak tau menahu tentang kebijakan sekolah. Nah kalau begini kita bisa tahu kenapa indonesia selalu diatur oleh orang orang kalangan menegah keatas. Karena, dari awal sekolah saja sudah di batasi, bahwa yang bisa memberi peraturan adalah mereka yang memiliki kekuatan. Dan mereka yang dianggap tidak memiliki kekuatan hanya diharuskan mengangguk saja.


                Sebagai generasi muda kita selalu dikatakan penerus generasi, penerus bangsa. lhah, kita kan tahu bahwa generasi sebelum kita itu sudah bobrok. Apakah kebobrokan itu harus kita teruskan. Apakah itu semacam dosa waris untuk kaum pemuda? Kita selalu mengikuti arus. Jika generasi kita sebelumnya hanya bisa diam maka pada generasi kita kali ini harus benar benar berjalan melawan arus bersama-sama. Membentuk sebuah kekuatan yang terpadu dan berkekuatan. Sekarang ini kita terlalu dimakan oleh berita di televisi. Sehingga persatuan para pemuda seperti dipangkas habis. Pemuda dari daerah A berorasi untuk melengserkan presiden. Dari kota B berorasi tentang kontroversi fatwa haram membeli bahan bakar bersubsidi. Dari kota C teriak-teriak tentang korupsi di sebuah partai. Jalan mereka benar benar seperti diatur oleh sesorang. Seseorang yang menginginkan kita mengangkat sebuah kasus baru, untuk melupakan kasus lama. Mempermasalahkan rumput-rumput yang gersang dan melupakan pohon dari masalah-masalah itu, pohon yang sudah mencakar langit kemanusiaan. seharusnya kita gabungkan semua pemuda dari berbagai daerah, kita diskusikan darimana sebenarnya masalah itu berasal. Dan kita hancurkan akar masalah itu, bersama. Kita memerlukan kekuatan yang besar. Kekuatan yang kuat tanpa kekerasan-kekerasan konyol.


                Saya ga tau seperti apa dunia pemerintahan dan pendidikan kita berapa tahun kemudian. Seperti sebuah mimpi buruk yang berulang dan terus terjadi. Kita harus bangun dari mimpi yang memuakan ini. Kita harus bisa. Saya percaya bahwa kita belajar, kita membaca buku, kita berdikusi bersama tidak akan sia-sia jika kita benar benar memiliki tujuan yang sama dan jelas. Berbagai kekuatan dijadikan satu. Untuk melawan sebuah masalah yang besar. Kita satukan semua pemikiran yang kita punya. Sehingga pendidikan yang kita dapat dengan susah payah selam ini bisa berguna untuk bangsa indonesia.


                Sekarang banyak dari manusia-manusia muda di negara kita ini sibuk dengan hidupnya sendiri. Memperlentekan dirinya sendiri untuk gengsi. Sekolah dianggap sebagai jembatan untuk memperkaya diri. Sekolah dianggap alat yang tepat untuk menjadi pemuas hasrat akan dunia yang tak ada habisnya. Mereka seperti mengejar bayangan. Ga pernah selesai, dan ga ada gunanya.


                Kita memperlukan seorang yang benar-benar berani. Berani untuk mengajak kita turun kejalan. Berani menyatukan semua masalah. Berani melawan. Dan yang paling penting, berani melawan godaan dunia demi kepentingan semua bangsa.

                Saya yakin. Salah satu dari generasi kita memiliki orang yang berani. Dan tidak hanya bungkam dengan segala masalah ini. Dia adalah orang yang mencari ilmu untuk membesarkan indonesia. Kita mebutuhkan seorang Tan Malaka baru di indonesia

Apa "Hari Tanpa Belanja" itu?

Hari Tanpa Belanja (27 November) adalah sebuah ide sederhana untuk bersikap lebih kritis pada budaya konsumen dengan jalan mengajak kita untuk tidak berbelanja selama sehari. Ini adalah suatu bentuk perlawanan terhadap budaya konsumerisme. -Ted Dave-

Dari mana Hari Tanpa Belanja berasal?
Hari Tanpa Belanja telah dimulai sejak 1993 oleh www.adbusters.org sebuah organisasi nirlaba yang berpusat di Kanada yang bertujuan meningkatkan kesadaran kritis konsumen (idenya berasal dari Ted Dave, pendiri Adbusters). Kini Hari Tanpa Belanja telah dirayakan secara internasional di lebih dari 30 negara.


Apa tujuannya?
Sebagai konsumen, kita seharusnya mempertanyakan produk-produk yang kita beli dan perusahaan-perusahaan yang membuatnya. Idenya adalah untuk membuat orangberhenti dan berpikir tentang apa dan seberapa banyak yang mereka beli telah berpengaruh pada lingkungan dan negara-negara berkembang.

Siapa yang merayakan?
Anda! Ini adalah perayaan Anda! Beritahu teman-teman, pasanglah poster dan jangan belanja pada 28 November.

Mengapa ada perbedaan tanggal perayaan?
Di Amerika Serikat dan Kanada, Hari Tanpa Belanja tahun ini dirayakan 26 November 2010, sehari setelah perayaan Thanksgiving. Di Palembang, Hari Tanpa Belanja akan dirayakan 28 November 2013 pada hari Minggu, di mana orang biasa menghabiskan libur dengan pergi berbelanja.

Apa yang akan saya dapatkan?
Selama 24 jam Anda akan mengambil jarak dari konsumerisme dan merasa bahwa belanja itu tidak terlalu penting. Setelah itu Anda akan mendapatkan kembali kehidupan Anda. Itu adalah sebuah perubahan besar! Kami ingin Anda membuat komitmen untuk mengurangi belanja, lebih sering mendaur-ulang, dan mendorong para produsen untuk bersikap lebih jujur dan fair.
Konsumerisme modern mungkin merupakan sebuah pilihan yang tepat, tetapi tidak seharusnya berdampak buruk bagi lingkungan atau negara-negara berkembang.

Apakah itu berarti saya dilarang belanja?
Percayalah, sehari tanpa belanja tak akan membuat Anda menderita. Kami ingin mendorong agar orang-orang berpikir tentang akibat-akibat dari apa yang mereka beli bagi lingkungan dan negara-negara berkembang.

Belanja? Apa salahnya?
Sebenarnya bukan hanya belanja itu sendiri yang berbahaya, tetapi juga apa yang kita beli. Ada dua wilayah yang perlu kita perhatikan, yaitu lingkungan dan kemiskinan. Negara-negara kaya di Barat (hanya 20% dari populasi dunia) mengkonsumsi lebih dari 80% sumber alam dunia, dan menyebabkan ketakseimbangan dan kerusakan lingkungan, serta kesenjangan distribusi kesejahteraan. Kita patut cemas pada cara barang-barang kita dibuat. Juga banyaknya perusahaan-perusahaan besar yang menggunakan tenaga kerja di negara-negara berkembang karena murah dan tidak ada atau lemah dalam sistem perlindungan pekerja.

Bagaimana dengan lingkungan?
Bahan-bahan baku dan cara pembuatan yang digunakan untuk membuat barang-barang kita memiliki dampak buruk seperti limbah beracun, rusaknya lingkungan, dan pemborosan energi. Pengiriman barang-barang ke seluruh dunia juga menambah tingkat polusi.

Apakah satu hari akan membuat perubahan?
Hari Tanpa Belanja tidak akan mengubah gaya hidup kita hanya dalam satu hari, ia lebih merupakan sebuah pengalaman melakukan perubahan! Kami bertujuan membuat Hari Tanpa Belanja mengendap dalam ingatan setiap orang layaknya peringatan Lebaran, Natal, atau Tujuh Belasan agar juga berpikir tentang diri mereka sendiri, tentang keluarga terdekatnya, keluarga, teman-teman, dan masa depan.

Apa yang harus saya lakukan?
Tidak melakukan sesuatu berarti melakukan sesuatu! Anda bisa melihat kegiatan Hari Tanpa Belanja di berbagai penjuru dunia lewat website www.Adbusters.org

Pikir lagi sebelum membeli! Jawablah pertanyaan-pertanyaan ini sebelum berbelanja!
Apakah saya benar-benar memerlukannya?
Berapa banyak yang sudah saya punya?
Seberapa sering saya akan memakainya?
Akan habis berapa lama?
Bisakah saya meminjam saja dari teman atau keluarga?
Bisakah saya melakukannya tanpa barang ini?
Akankah saya bisa membersihkan dan/atau merakitnya sendiri?
Akankah saya bisa memperbaikinya?
Apakah barang ini berkualitas baik?
Bagaimana dengan harga?
Apakah ini barang sekali pakai?
Apakah barang ini ramah lingkungan?
Dapatkah didaur-ulang?
Apakah barang ini bisa diganti dengan barang lain yang sudah saya miliki?

One Finger Underground Movement: Sisi Lain Penikmat Musik Metal


"Ibarat di Medan Perang, jika musuh memerangi dengan senjata, maka harus dilawan dengan senjata. Begitu juga, jika musuh memerangi generasi muda dengan metal, maka kita lawan dengan metal pula. Melalui metal, kita lakukan kickback!" -M. Hariadi 'Ombat' Nasution-

Jangan berprasangka buruk dulu, apalagi mencela komunitas yang satu ini. Meski tampil urakan, ”ngepunk”, metal, tapi soal prinsip nomor satu. Ngeband, tapi saat adzan berkumandang, mereka segera menghentikan aktivitasnya dan shalat. Lirik mereka bukan pula anti Tuhan, memuja setan dan kebebasan, melainkan bersumber dari Sirah Nabawi, al Qur’an dan hadits. Jangan anggap enteng, underground pun menggempur Zionis.



Sholat Isya Berjamaah,
pada saat URBAN GARAGE FESTIVAL 2 di Bekasi, 2010
Salah satu personil komunitas underground, Tengkorak, Ombat, saat dijumpai Sabili, mengatakan, untuk menghancurkan negeri-negeri Muslim, khususnya di Indonesia, tak perlu dengan perang fisik, senjata, atau pun bom nuklir. Tapi cukup dijejali dengan drugs (obat-obatan terlarang), miras, film porno, media gosip, termasuk dengan musik.

Kesadaran itu mulai tergugah, tatkala Ombat pernah didatangi oleh media Barat saat hendak mewawancarainya. ’’Awalnya, gue ditanya siapa saja personilnya. Namun, sampai di satu titik, gue terkejut tatkala reporter asing itu ngomong begini: perang itu banyak bentuknya. Untuk menjajah negeri ini cukup dengan budaya. Dari obrolan itulah, gue justru mendapat hidayah. Selanjutnya, gue cari tahu dengan banyak membaca buku tentang keislaman,” ujar Ombat dengan bahasa slanknya.
Bukan rahasia umum lagi, derasnya musik beraliran cadas dari Barat, selalu mentransformasi misi, ada hidden agenda untuk merusak moral generasi muda. Ideologi anti kemapanan, anti negara, anti kapitalisme, anti agama adalah tema yang diusung lewat musik dengan berbagai macam jenis aliran, seperti metal, punk, hardcore, hingga rap.

Yang membuat reporter asing terkejut, ternyata di Indonesia, ada sebuah komunitas metal yang punya jatidiri. Tidak mengekor ke Barat dengan paket gaya hidupnya yang bebas, semau gue. “Kita bukan metal ala Barat, kita beda dalam hal eksepsional maupun attitude. Kita tetap jalankan shalat, puasa, menjauhi larangan agama, seperti narkoba, miras dan makanan haram lainnya,” tandas Ombat yang juga pengacara Muhammad Jibril.

Ombat sadar, musik bisa dijadikan alat dan doktrin untuk pembodohan. Itulah sebabnya musik dilawan dengan musik. Tak dipungkiri, musik metal identik dengan Barat. Namun komunitas underground Muslim hanya menjadikan musik sebagai sarana saja. Komunitas ini ingin membangun perspektif baru: bermusik tapi punya moralitas dan tetap religius.

”Musik memang bikin kita lalai, banyak mudharat ketimbang manfaatnya. Tapi kita harus tahu, ketika ada kekuatan besar untuk menghancurkan moral, kita tepis dan lakukan perlawanan dengan attitude. Kita tunjukkan bahwa kita beda. Itu saja membuat mereka frustasi dan gagal untuk merusak orang muda. Mereka pikir, kita metal habis, yang bisa dicuci otaknya. Intinya, musik boleh saja, tapi jangan ikut mereka, satanisme sebagai ideologinya. Ketika kita beda, fenomena yang muncul adalah anak metal pun shalat. Fenomena itu muncul sejak 1999, awal 2000, berkembang hingga sekarang,” tukas Ombat yang sudah 16 tahun ngeband metal.

Komunitas underground memang bukan halaqah. Komunitas ini hanyalah kumpulan orang-orang muda yang energinya diluapkan dengan bermusik cadas. Tapi cadas bukan sembarang cadas. Ada pesan dan misi yang terkandung di dalam lirik lagu yang mereka mainkan. Siapa nyana, underground pun anti Zionis. Mereka memboikot makanan produk Zionis. Mereka membuat T-Shirt bergambar anti Zionis. Bahkan lirik dalam lagu mereka pun mengecam Zionis bedebah. ”Anti Zionis Action”. Begitulah genderang perang yang mereka kobarkan lewat musik.


Dakwah Anak Metal
Bagi aktivis dakwah, mungkin tak banyak yang tahu, bahwa ternyata ada yang mengisi ruang ini sebagai sasaran dakwah. Bagi yang belum mengenalnya lebih dekat, boleh jadi akan berprasangka buruk, menghina, mencaci, memfitnah dan selalu beranggapan negatif dengan eksistensi komunitas ini. Performance anak-anak muda ini memang terlihat angker, ”gokil”, dan berbagai stigma buruk lainnya. Apalagi, label pada T-Shirt mereka, sebagian ada yang berdesain tengkorak, dan huruf-huruf pentagram ala Metal. Tapi siapa nyana, anak metal pun religius, shalat, peduli Palestina, dan sekali lagi anti Zionis.

Tentu saja, pola dakwah komunitas underground berbeda dengan dakwah pada umumnya. Adalah Ombat (personil Tengkorak) dan Thufail al Ghifari (vokalis The Roots of Madinah) -- lama mengisi ruang ini dengan bahasa yang mereka pahami. Meski tidak berdakwah secara verbal, layaknya kiai dengan santrinya, Thufail, Ombat dan rekan se-visi sesungguhnya sedang berdakwah di tengah komunitasnya yang unik.

”Yang jelas, gue tidak berdakwah seperti cara Aa’ Gym memberi nasihat dengan bahasa verbal dan segudang dalil. Bahkan, seorang Aa’ Gym jika dihadirkan di komunitas metal sekalipun, boro-boro didengerin. Tapi kalau gue yang ngomong no problem, dan pasti didengerin. Karena memang gue dakwah dengan bahasa mereka. Kesadaran beragama itu tumbuh dari kesadaran individu masing-masing, tanpa harus menggurui. Gue punya cara sendiri, berdakwah dengan bahasa tubuh. Waktunya shalat ya shalat. Bagi gue memberi contoh itu dakwah yang paling efektif, ketimbang perintah,” tukas Thufail.

Yang menarik, komunitas underground, tidak mengenal istilah mentor. Di antara mereka tak ada yang paling alim, semua sama-sama mencari jatidiri. Yang memimpin, biasanya yang paling dituakan (senior). Dengan akidah, komunitas underground dipersatukan untuk mencari persamaan. Mereka menanggalkan khilafiyah atau perbedaan yang ada. Mereka memang bukan aktivis halaqah, tapi tidak juga melarang individu komunitas underground untuk gabung di halaqah tertentu. Mau gabung di HTI atau Jamaah Tabligh oke-oke saja. Selama sumbernya jelas, al Qur’an dan as Sunnah.

"Yang jelas, kalo ngaji masing-masing. Kami ngaji dimana saja. Jika ada taklim, gurunya Ustad Abu Bakar Ba’asyir, gue datang, artinya kita nggak ngeblok. Di sini, khilafiyah tidak berlaku. Kalo nggak gitu, kapan bersatunya. Insya Allah, kita ingin memberi contoh, bahwa musisi pun bisa bersatu karena persamaan akidah. Perbedaan aliran musik bukanlah gap, tapi lebih kepada segmennya saja. Pas ngumpul, selain bermusik, kita biasanya ngobrol membahas hal-hal yang sifatnya pengetahuan. Di Masjid Al Azhar, kami silaturahim antar musisi,” tandas Ombat yang sudah mulai mengurangi performance baju metal dari luar. Ia mendesain gambar bajunya sendiri tentang hal-hal yang berbau jihad, perang pemikiran (ghazwul fikri) dan anti Zionis,” papar Ombat.

Dalam sebuah diskusi di Universitas Islam Negeri (UIN) Ciputat, Thufail al Ghifari pernah ditanya, kenapa harus bermetal-metal ria? Dengan enteng ia menjawab, ”Gue hidup di lingkungan orang awam. Tapi se-metal-metal gue, bila adzan tiba, gue pasti break, terus shalat. Dan tradisi itu gue tularkan pada temen-temen yang lain. Se-metal-metal gue, jika Palestina dizalimi, gue sakit hati. Bagi gue, masalahnya bukan pada label seseorang, tapi bisakah mempertahankan nilai-nilai prinsip dalam diri kita? Mending gue dilabelin orang awam, daripada dilabelin aktivis, tapi gue nggak bisa kasih contoh di masyarakat. Gue berharap, waktu kita jangan dihabiskan untuk berdebat, tapi berbuat, bukan pula dengan wacana-wacana.”

Sabili mencatat, ada beberapa kelompok band pelopor komunitas underground yang menyisipkan visi keislaman dalam lirik lagu yang mereka mainkan, sebut saja seperti: Tengkorak, GunxRose, Purgatory, The Roots of Madinah, Salameh Hamzah, Aftermath, PMDI Rhymes. Masing-masing kelompok punya karakter yang berbeda dalam melontarkan slogannya. Tengkorak, misalnya, dengan slogan Anti Zionist Action. Atau GunxRose yang menyebut dirinya modernitas puritan, punya slogan perlawanan: Membungkam Mulut-mulut para Atheis. ”Jihad is Our Way” adalah salah satu topik dalam beberapa event konser mereka. Atau Sound for Palestina di Taman Ismail Marzuki beberapa waktu lalu. Bak bungker akidah, anak metal yang dinahkodai Ombat, Thufail dan kawan se-visi terus berjuang membendung infiltrasi Barat lewat musik.

Metal Muslim
Mendengar nama kelompok band komunitas underground memang terkesan angker, liar, seperti komunitas yang tidak beragama, mengusung kebebasan, penikmat drugs, tatto, dan stigma buruk lainnya. Tapi, tak banyak yang tahu, bahwa tak semua komunitas underground ’terbius’ racun westernisasi. Ada memang diantara mereka yang telah melalui lembah hitam, namun hidayah merangkulnya untuk kembali ke jalan yang lurus. Bukan rahasia, banyak musisi ketika mencari inspirasi harus dengan mabuk lebih dulu. Kini, sebagian individu komunitas underground telah clean alias tobat. Mereka adalah kumpulan musisi cadas insaf, namun tetap menyalak.

Komunitas underground punya kelompok band masing-masing dengan aliran musik yang berbeda. Ada rock, metal, rap, punk, hardcore, grindcore, alternatif dan sebagainya. Kebanyakan mereka bermusik di jalur indie. Meski tidak mendeklarasikan dirinya sebagai metal Muslim atau punk Muslim, namun tetap saja ada yang menyebut mereka metal Muslim, punk Muslim, rapper Muslim dan sebagainya. Ketika di antara mereka bertemu dengan rekan se-visi, lalu klop, berlanjut dengan membentuk kelompok band dengan aliran tertentu.

Kebanyakan anak-anak underground yang sudah melalui fase musik, biasanya akan masuk ke fase pemikiran. Jika sudah masuk ke fase pemikiran, mereka dihadapkan oleh dua pilihan: menjadi atheis atau menjadi agnostic (percaya tuhan tapi tidak beragama). Intinya mereka bisa sekuler, atau orang yang salah paham terhadap agama, terutama Islam.

Meski saat ngeband dipanggung, tidak terdengar jelas lirik vokal yang dibawakan, namun fans mereka mencari tahu lirik yang dimaksud. Beberapa judul milik Tengkorak, seperti: Teroris, Jihad Soldier, adalah bentuk penyisipan Islam, meski tak tersirat. Begitu juga dengan The Roots of Madinah dengan beberapa judulnya: Darah di atas Pedang, Konspirasi Haykal, Syair Tanah Terjajah, dan Dari Jakarta hingga Jalur Gaza. Tak beda dengan Purgatory. Mereka satu visi sebagai agen Anti Zionist Action.
Menurut Thufail, latar belakang anak underground sendiri, justru kebanyakan mereka dari keluarga yang mapan. Karena musik-musik underground yang mereka bawa ke Indonesia adalah mereka yang kuliah ke luar negeri.

”Jadi salah, kalau ada yang bilang, musisi underground itu dari lapisan keluarga miskin dan anak jalanan. Mereka adalah orang-orang menengah ke atas. Mereka juga datang dari kalangan yang berpendidikan, bahkan ada yang berprofesi pengacara dan jaksa. Ketika visi-misi itu teragendakan, mereka tularkan kepada komunitas underground lain yang belum tersentuh keislamannya,” ujar Ombat.
Download-download internet di tahun 90-an, adalah mainan orang kaya. Jika musik-musik itu sampai ke Indonesia, pasti mereka yang pernah ke luar negeri. Cuma kebanyakan dari mereka adalah dari kalangan brokenhome. Mereka mencari pelarian melalui musik, dan membangun dunia sendiri, komunitas sendiri, dan gaya hidup sendiri. Meski akhirnya salah jalan.

Agar memiliki wadah bersama antar musisi metal se-visi, Thufail dan sahabat-sahabatnya membentuk berandalan puritan plus dengan situsnya: http://www.berandalanpuritan.blogspot.com. Sebelumnya, ada jembatan harakah. Hingga saat sudah ada 1.000 orang yang tergabung, bukan hanya ikatan persaudaraan, melainkan juga mengikuti gaya hidup yang tidak melanggar moral dan agama, dalam hal ini Islam. Karakter dari anak metal adalah melontarkan kontra propaganda. ”Metal memang identik dengan kemarahan (angry). Tapi itulah hati nurani yang tidak dibuat-buat,” ujar Thufail.

Saat ini, sudah ada beberapa band yang sadar akan perlunya dakwah Islam ke dalam komunitas underground. Untuk itu perlu skill tersendiri untuk bisa masuk ke komunitas ini. Memang ini bukan segmen kelompok LDK atau komunitas yang sudah mengaji di harakah-harakah, tapi murni dakwah di kalangan underground.

Diakui Thufail al Ghifari, perang yang sedang berlangsung saat ini adalah perang tanpa senjata. Sebagai Muslim, tentu ibadah tertinggi adalah jihad qital. Tapi kondisi di Indonesia belum memungkinkan untuk diterapkan jihad Qital. Maka, yang harus dilakukan adalah mengcounter pemikiran dengan pemikiran, teknologi dengan teknologi, ekonomi dengan ekonomi, gaya hidup dengan gaya hidup. Inilah manuver yang kita sebut perang tanpa senjata.

Zine: Apa dan Seperti Apa?

“Mereka menulis tentang seks, musik, politik, TV, film, kerja, makanan atau apapun lah. Mereka adalah para perusak daftar isi majalah yang baik, serta terobsesi oleh banyak obsesi. Mereka luar biasa, juga biasa saja. Mereka berisi keanehan-keanehan yang untungnya karena keanehan-keanehannya diluar sana makanya mereka lega.” -Chip Rowe-

Zine adalah salah satu bentuk publikasi yg diterbitkan dan dipublikasikan oleh pembuatnya, untuk cinta dan kemarahan. Tidak ada batasan dalam sebuah zine kecuali batasan yang dibuat oleh mereka yang membuatnya. Para pembuat zine dapat menentukan zine seperti apa yang akan mereka buat. Zine adalah sebuah publikasi yang otonom dan nonkomersial. Para pembuat zine menggunakan setiap kemungkinan yang dimiliki untuk memproduksi sebuah zine. Melupakan semua prasyarat baku tentang sebuah media yang hanya menghambat produktifitas dan kreatifitas.

Sebuah zine dapat berupa hasil fotokopi atau dicetak dengan mesin cetak; hitam putih atau berwarna; ditulis tangan; diketik dengan mesin ketik; ataupun menggunakan komputer. Zine dapat berbentuk kecil atau besar; memuat gambar dan tulisan; atau cukup salah satunya; di layout menggunakan komputer; atau cukup menggunakan gunting, lem, pena dan kertas bekas; dikerjakan sendirian; atau bersama teman-teman; berisi catatan-catatan; ide-ide; atau topik apapun yang diinginkan pembuatnya; cukup di distribusikan dengan teman-teman terdekat; didalam lingkar komunitas; ataupun didistribusikan secara luas; di bagikan secara gratis ; di barter; ataupun 'dijual'.

maximum rock'n'roll, zine yang pertama beredar
dan masih eksis hingga kini.



Sebuah zine lahir dengan keragamannya masing-masing yang berangkat dari latar belakang kebutuhan dan keinginan yang berbeda dari pembuatnya. Ada zine lahir bagi kebutuhan sebuah komunitas. Ada yang menjadi menjadi media komunikasi bagi mereka yang memiliki sedikit waktu untuk dapat berkomuni- kasi dengan banyak orang secara langsung. Ada zine yang menjadi media bagi ide-ide dari sebuah kelompok. 
Ada zine yang menjadi outlet bagi karya-kaya dari seorang ilustrator. Ada zine yang menjadi media pelampiasan emosinal. Ada zine yang menjadi tempat untuk membahas zine itu sendiri. Keragaman yang ada ini melahirkan berbagai kategori dalam zine untuk menjelaskan isi dari sebuah zine.
  Fanzine, merupakan kategori zine yang paling besar dan paling tua sehingga banyak orang yang menganggap zine adalah fanzine. Fanzine adalah media yang merepresentasikan ketertarikan suatu komunitas terhadap suatu genre budaya. Ada beberapa sub kategori yang terdapat pada fanzine: 
  • Fiksi ilmiah dimulai pada tahun 1930-an, publikasi dari dan untuk penggemar fiksi ilmiah dan merupakan zine pertama. Walau sekarang jumlahnya sedikit namun eksistensinya merupakan yang paling solid dalam dunia zine. 
  • Musik, biasanya lebih fokus pada suatu band, individu musisi atau suatu genre tertentu. Kebanyakan zine ini adalah zine HC/PUNK. Zine ini jenis yang paling besar di dunia.
  • Olah raga, tidak terlalu populer kecuali di Inggris dimana sepakbola merupakan kegemaran yang umum sehingga banyak zine tentang sepakbola dan tim favorit. Di Amerika zine olah raga yang umum adalah baseball, surfing, skateboard dan gulat bebas. 
  • Televisi dan film, memfokuskan diri pada entertainment yang populer maupun tidak. 
  • Game, populer pada era 90-an, sejak game dari Nintendo atau Sony merajai dunia video game. Biasanya terdapat review mengenai game baru dan tips permainan Sex, masalah seksual adalah sesuatu yang tak pernah disoroti secara terbuka, zine dalam kategori ini membahas mengenai dunia seputar seks. 
  • personal, zine sebagai diari personal yang terbuka bagi publik, berbagi catatan harian atau berbagi pendapat, pandangan pribadi atau pengalaman hidup. 
  • Politik (P besar), zine politis dengan menyatakan definisinya melalui definisi tradisional, seperti: Komunisme, Anarkisme, Sosialisme, Ekologisme, Feminisme, Queer dan sebagainya. 
  • politik (P kecil), zine yang membahas masalah politis dalam segi kultural ataupun yang tidak mendefinisikan kategori politis tradisional- nya seperti dalam kategori Politik dengan 'P' besar. 
  • Artwork dan Komik, zine yang fokus utama zine-nya berupa komik atau berupa artwork. 
  • jaringan, zine yang berkonsentrasi pada review dan publikasi zine, music, seni rupa, dan segala kultur underground. 
  • horor dan ruang angkasa, zine yang berisi teori-teori konspirasi dan tema-tema seperti UFO, serial killer. Hampir seperti tabloid hanya lebih dalam pembahasannya . 
  • agama dan kepercayaan, zine yang fokus pada ketertarikan suatu agama atau hal spiritual. Termasuk paganisme, satanisme dan lain-lain. 
  • Literer, zine yang fokus utamanya berupa kumpulan cerita pendek atau puisi.
Banyak lagi kotegori-kategori yang ada dalam zine tapi hal ini bukanlah menjadi sebuah patokan untuk membuat sebuah zine. Setiap orang dapat membuat sebuah kategori baru dari sebuah zine sesuai dengan apa yang ada dalam zine yang ia buat.
Zine yang melahirkan kategorinya bukan kategori yang melahirkan zine.

Zine adalah sesuatu yang sederhana dan menyenangkan. Sesuatu yang dapat dikerjakan oleh semua orang. Sesuatu yang memberikan ruang bebas bagi setiap ekspresi dan imajinasi. Dalam zine pembuatnya dapat tampil menjadi sosok yang berbeda dari apa yang biasa orang kenal. Seorang laki-laki dapat tampil menjadi perempuan dengan membicarakan banyak hal tentang perempuan, menggunakan nama yang identik dengan nama perempuan. Atau juga dapat tampil menjadi seorang anak kecil, dengan semua keluguannya, dialek cedalnya, dan dunia anak-anaknya. Zine juga memberi jalan alternatif bagi kebuntuan dari komunikasi dan interaksi, melawan setiap aleniasi yang hadir dalam masyarakat tontonan saat ini.

Zine akan menjadi nyata saat kita menjalaninya. Kita akan dapat merasakannya, membawanya kemana pun kita pergi, membacanya di tempat mana pun yang kita ingini, memberikannya di berbagai event yang kita kunjungi. Zine akan selalu ada selama media massa (mainstream) masih ada . Sebuah zine mati, ribuan zine lahir kembali. Ayo bikin zinemu!!!